Minggu, 22 Oktober 2017

FUNGSI MEDIA PEMBELAJARAN


Arifatul Ilma/16.1.01.02.0009


Media berasal dari kata “Medium” yang berasal dari bahasa latin “Medius” yang berarti “tengah” Tau “sedang”. Menurut Latuheru, Pengertian media mengarah pada sesuatu yang mengantar atau meneruskan informasi (pesan) antara sumber (pemberi pesan) dan penerima pesan.  Menurut Purnamawati dan Eldarni, media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar. Black dan Horalsen juga mempunyai pendapat tentang media. Menurut mereka, media adalah saluran komunikasi atau medium yang digunakan untuk membawa/ menyampaikan pesan dimana medium itu merupakan jalan atau alat dengan suatu pesan berjalan antara komunikator ke komunikan image.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Media pembelajaran adalah suatu alat atau jalan (saluran)yang digunakan oleh tenaga pendidik dalam menyampaikan materi pembelajaran dengan tujuan peserta didik dapat dengan mudah memahami materi pembelajaran tersebut, tersebut, sehingga peserta didik mempunyai rangsangan belajar dan rasa keingintahuan yang lebih.
Media pembelajaran dirasa sangat perlu demi kebaikan dan kelancaran kegiatan pembelajaran untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional. Semua hal yang dapat memberikan hal positif dalam rangka penyaluran ilmu kepada siswa perlu dikerahkan. Menurut Hamalik, Guru harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang media pengajaran, yang meliputi :
  •  Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar dan mengajar
  •    Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
  •  Seluk beluk proses belajar
  •  Hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan
  •  Nilai/manfaat media pembelajaran dalam pengajaran
  •  Seluk beluk proses belajar 
  •  Pemilihan dan penggunaan media pendidikan
  •  Berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan 
  •  Media pendidikan dalam setiap mata pelajaran
  •  Usaha inovasi dalam media pendidikan

Manfaat praktis Media Pembelajaran di dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
  • Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan/informasi sehingga dapat memperjelas    penyajian  pesan  atau
  • Media pembelajaran dapat meningkatkan dan dan mengarahkan perhatian peserta didik sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang langsung antara peserta didik dan lingkungannya
  •  Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indra, ruang, dan waktu
  • Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa – peristiwa dilingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat dan lingkungannya, misalnya melalui karya wisata kunjungan ke museum atau ke kebun binatang.

Minggu, 08 Oktober 2017

Mengenal Lebih Jauh Tentang Petirtaan Kerajaan Majapahit



CANDI TIKUS SEBAGAI PETIRTAAN
PADA MASA KERAJAAN MAJAPAHIT
Arifatul Ilma/16.1.01.02.0009





Indonesia merupakan negara yang kaya akan warisan budaya (cultural heritage). Kenyataan obyektif memperlihatkan bahwa wilayah Indonesia dengan luas 1.910.931.32 km persegi dipenuhi dengan peninggalan budaya masa lampau (Sewoyo, 2005 : 1). Didaerah jawa timur ditemukan banyak peninggalan sejarah dan purbakala yang beragam jenis dan bentuknya. Salah satu dari sekian banyak peninggalan masa lampau tersebut adalah situs perkotaan (town site) masa klasik di Trowulan.
            Trowulan merupakan salah satu kecamatan di daerah Mojokerto yang merupakan situs klasik di Indonesia yang memiliki peninggalan- peninggalan arkeologis sangat kaya dan sangat kompleks yang mengacu pada situs perkotaan masa Majapahit dilihat dari distribusinya, peninggalan – peninggalan arkeologisnya tersebar dalam wilayah yang sangat luas. Hasil survei yang dilakukan dalam kegiatan IFSA (Indonesian Field School of Arcaheology) menunjukkan bahwa wilayah sebaran peninggalan- peninggalan arkeologisnya kurang lebih mencapai sepanjang 11 km, arah utara –selatan dan 9 km arah timur-barat. Dengan demikian, wilayah situs Trowulan hampir mencapai luas 100 km persegi (Subroto, 1997 :111)
Di daerah yang luas, terdapat jenis-jenis peninggalan, baik yang berupa artefak maupun non artefak. Peninggalan-peninggalan yang berupa artefak dapat dibedakan atas data yang tekstualdan data non tekstual. Data tekstual yang berupa karya sastra (naskah kuna) terdiri atas kitab-kitab kakawin yang ditulis dengan menggunakan bahasa Jawa Tengahan. Jenis –jenis peninggalan artefak non tekstual dapat dibedakan atas temuan temuan arkeologis yang berupa struktur bangunan dan non bangunan.Peninggalan- peninggalan yang berupa struktur bangunan atas dibedakan atas bengunan- bangunan yang bersifat profan dan saklar ditunjukkan antara lain oleh sisa- sisa fondasi, lantai, genteng, dan unsur- unsur bangunan yang lain.Sisa- sisa fondasi tersebut antara lain ditemukan di situs dekat balai penyelamatan, disitus dekat pendopo Agung dan lantai bangunan ditemukan di situs Sentonorejo. Dapat ditambahkan bahwa disamping struktur bangunan yang diperkirakan bekas hunian, juga ditemukan struktur lain berupa sumur kuna bekas saluran air, dan kolam ( segaran). Jenis- jenis artefak non bangunan yang ditemukan di Trowulan. Temuan gerabah menunjukkan variasi yang sangat tinggi, baik dilihat dari jenis maupun keanekaragaman motif-motif hiasannya. Disamping data artefak, disitus Trowulan juga ditemukan data non artefak yang terdiri atas data Ekofak dan Fitur. Data Ekofak yang ditemukan terutama berupa bekas saluran air, bendungan dan bekas lubang sampah (Subroto, 1997 :112)
            Didaerah Trowulan dan sekitarnya, terdapat bangunan- bangunan yang sangat erat hubungannya dengan keagaamaan, seperti candi tikus, candi bajang ratu, candi wringin lawang, candi kedaton, candi gentong, dan candi Brahu. Dari sekian banyak bangunan- bangunan tersebut, terdapat candi yang digunakan sebagai petirtan yakni Candi  Tikus. Candi tikus terletak di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Candi tikus merupakan bangunan petirtaan. Karena kita dapat melihat adanya miniatur candi di tengah bangunannya yang melambangkan gunung Mahameru. Candi atikus ditemukan pada tahun 1914 Oleh seorang penduduk. Awalnya, serangan hama yang terus menerus melanda daerah tersebut membuat resah para warga kemudian oleh seorang bupati Mojokerto yaitu R.A.A Kromodjojo Adinegoro diperintahkan untuk memburu tikus tikus tersebut, maka dilakukanlah penyergapan hama tikus tersebut setelah dilakukan ternyata tikus-tikus itu bersarang di sebuah gundukan. R.A.A Kromodjojo Adinegoro memerintahkan untuk membingkar gundukan tersebut dan ditemukanlah sebuah candi yang kemudian dinamakan Candi Tikus (Tim Kelompok Kerja BPA, 1998 : 44)
Candi Tikus merupakan salah satu dari kumpulan situs bersejarah yang ada di Trowulan, mojokerto tepatnya, Candi ini berlokasi di desa temon, Trowulan, mojokerto, Jawa Timur. Wujud candi tikus adalah petirtaan berbentuk persegi dengan 22,5 x 22,5 m dan luas 5,29 m. Bagian candi ini terdiri dari miniatur candi yang dikelilingi pancuran, kolam utama, dua kolam pemandian, serta dinding candi yang bertingkat-tingkat. Pemugaran candi dilakukan dua kali. Pemugaran pertama pada tahn 1984- 1985. Kemudian pemugaran yang terakhir pada tahun 1988-1989 (Ayudya dan Anastasia, 2002 : 187). Gambaran secara umum tentang struktur candi tikus adalah sebagai berikut. Ketika dilakukan pemugaran pada tahun 1984-1985 berhasil disingkap sisi tenggara bangunan candi tikus. Kaki bangunan yang terdapat di sisi tersebut, Menunjukkan perbedaan ukuran bata merah yang dipergunakan sebagai bahan bakunya. Hal ini semakin memperkuat dugaan mengenai dua tahap pembangunan candi tersebut. Sisi bangunan tahap pertama yang disusun dari bata merah yang berukuran besar tampak ditutup oleh kaki bangunan tahap kedua yang tersusun dari bata merah yang berukuran lebih kecil. Kapan secara pasti pembangunan tahap pertama dan kedua ini dilakukan, belum jelas benar. Adanya tangga yang menurun disebelah utara, memberi kesan bahwa bangunan candi tikus ini memang sengaja dibuat dibawah permukaan tanah. Tangga menurun di sebelah utara itu, sekaligus merupakan petunjuk bahwa bangunan memiliki arah hadap ke utara. Dua buah kolam berbentuk persegi empat yang berukuran 3,5 x 2 m dengan kedalaman 1,5 m yang mengapit tangga masuk. Masing- masing kolam tersebut dilengkapi dengan tiga buah pancuran air yang berbentuk bunga padma (teratai) dan terbuat dari bahan batu andesit.
Dinding Candi tikus terdiri dari tiga tingkat. Tinggi dinding candi adalah 5,20 m, bahan bangunan yang dipakai di dominasi oleh batu bata sedang batu andesitnya di gunakan untuk pansurannya, diukur dari dinding terluar atau teratas. Dinding candi yang dibuat berteras atau berundak ini memiliki fungsi untuk menahan tanah disekitarnya agar tidak longsor. Pada dinding bagian bawah serta batur candi inilah terdapat 46 buah pancuran namun kini tinggal 19 buah saja, sedangkan yang lainnya masih tersimpan di museum Trowulan. Untuk masuk ke Petirtaan candi tikus ini, ada sebuah pintu masuk berupa tangga yang dimulai dari dinding terluar candi. Anak tangga pertama berjumlah tujuh buah, kemudian terus ke bawah jumlahnya semakin bertambah. Orientasi candi tikus adalah menghadap utara. Kolam pemandian candi tikus berjumlah dua buah yang terletak di sisi kanan dan kiri petirtaan . Kedua kolam itu, berukuran sama yaitu panjang 3,5 m, lebar 2m ,dan tinggi 1,05m. Pintu masuk kolam tersebut mempunyai tangga yang terletak di sebelah selatan yang berukuran 1,2 m. Dinding utara kolam terdapat pancuran, masing- masing berjumlah tiga buah. Kolam pemandian ini mengapit pintu masuk. Di zaman dahulu, kolam disebelah kanan digunakan oleh pria, dan disebelah kiri untuk wanita. Kolam pemandian ini berbentuk persegi, dan di kedua kolam terdapat celah sebagai pintu masuk (Jamil, 2012 : 12)
Bangunan induk  petirtaan memiliki miniatur candi yang terletak lurus dari pintu masuk. Miniatur candi ini sudah bercorak hindu. Bagian utama dari miniatur candi berupa gapura. Gapura ini memiliki hiasan berupa kala makara. Miniatur candi ini juga berfungsi sebagai tempat pemujaan. Bangunan induk terletak di tengah, kakinya menempel pada teras bawah dinding selatan. Struktur –struktur bangunan induk terdiri dari kaki tubuh, atap. Kaki candi berbentuk segi empat dengan ukuran panjang 7,75 m , lebar 7,65 m , dan tinggi 1,5 m . Pada bagian kaki ini terdapat saluran air tertutup mengelilingi kaki, lebar 17cm dan kedalaman 54 cm, berguna untuk memasok air ke pancuran. Tubuh candi berbentuk bujur sangkar berukuran 4,8 x 4,8 m. Di sisi barat, utara dan timur menempel pada bagian luar tubuh candi, terdapat  menara semu masing- masing berjumlah 5 buah. Keseluruhan bangunan candi tikus terbuat dari batu bata merah dengan ukuran  besar  yang ditimpa dengan batu bata yang lebih kecil. Sebagian dari pancuran ada yang terbuat dari batu andesit. Pasokan air di petirtaan ini diperoleh dari saluran yang ada di bagian selatan dari pegunungan. Sedangkan untuk saluran pembuangannya terdapat di lantai dasar kolam. Arsitektur bangunan candi tikus melambangkan kesucian gunung mahameru sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Menurut kepercayaan hindu, Gunung mahameru merupakan tempat sumber tirta amerta (air kehidupan) yang dipercaya mempunyai kekuatan magis dan dapat memberikan kesejahteraan. Sehingga air yang mengalir di petirtaan tikus dianggap bersumber dari gunung Mahameru. Lebih lanjut lagi, candi tikus merupakan replika atau simbolis gunung Mahameru. Hal itu berkaitan dengan konsep religi yang melatarbelakangi candi, di samping itu model bangunan candi tikus yang semakin ke atas makin kecil dan pada bangunan induk seakan-  akan terdapat puncak utama yang dikelilingi oleh delapan puncak yang lebih kecil. Petirtaan tikus yang dianggap sebagai replika gunung mahameru yang merupakan gunung suci sebagai pusat alam semesta yang mempunyai suatu landasan kosmogoni yaitu kepercayaan yang mengharuskan adanya keserasian antara dunia (mikrokosmos) dan alam semesta (makrokosmos). Berdasarkan landasan kosmogoni tersebut, maka setiap air yang keluar dari bangunan induk ini dipercaya sebagai air suci (amerta). Dalam konsep Hindu, alam semesta ini terdiri atas suatu benua pusat yang bernama Jambudwipa yang dikelilingi oleh tujuh lautan dan tujuh daratan dan semuanya dibatasi oleh suatu pegunungan tinggi (Tim Kelompok Kerja BPA, 1998 : 45)
Simbol- simbol semacam itu sebenarnya mempertegas manusia merupakan makhluk yang penuh dengan lambang, bagian realitas lebih dari sekedar tumpukan fakta-fakta. Ada semacam simbiosis mutualisme antara makhluk hidup dengan alam sekitarnya karena pada dasarnya setiap makhluk hidup sangat dipengaruhi lingkungan sekitar yang menghidupi keberadaan dirinya. Konsep semacam ini dapat ditemukan dalam konsep triloka yang dibangun dari kepercayaan agama Hindu- Buddha dengan menempatkan semesta pada dua versi antara jagad gede (makrokosmos) dan jagad cilik (mikrokosmos). Penempatan candi tikus sebagai simbol keagungan gunung mahameru, secara tidak langsung telah menisbahkan adanya suatu perkaitan yang erat antara manusia dengan alam yang ada di sekitarnya. Keyakinan semacam itu, sebenarnya tumbuh dari pembacaan awal manusia terhadap gejala alam  dengan menggunakan logika dasar. Namun, tidak bisa dinafikkan pembacaan semacam itu yang termanifestasikan dalam bangunan model candi tikus merupakan salah satu pijakan yang membantu terbentuknya pola pemikiran manusia masyarakat jawa tradisionalis dan peletak pertama dasar- dasar pemikiran masyarakat jawa secara general. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para arkeolog, terbukti bahwa bata merah yang berukuran lebih besar berusia lebih tua di banding dengan bata merah yang berukuran lebih kecil. Dapat dikatakan bahwa selama masa berdiri dan berfungsinya, candi tikus pernah mengalami 2 tahap pembangunan. Menurut Krom, Tahap pertama, saluran airnya terbuat dari bata merah dan memperlihatkan bentuknya yang kaku. Sedangkan tahap kedua, saluran airnya terbuat dari batu andesit dan memperlihatkan bentuknya yang lebih dinamis serta dibuat pada masa keemasan majapahit. Dapat disimpulkan bahwa Candi tikus telah berdiri sebelum kerajaan majapahit mencapai masa keemasannya, yaitu pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Candi tikus juga memiliki dua kolam dan saluran- saluran air yang mengandung struktur petirtaan. Adanya pancuran air di candi tikus (Jaladwara) yang berbentuk makara dan padma, makara merupakan perubahan bentuk tunas-tunas yang keluar dari bonggol teratai, sedangkan padma merupakan teratai itu sendiri.
Dalam sumber yang diterbitkan KPRI Purbakala Trowulan (1998: 45), Berbeda dengan bangunan candi yang lain, candi tikus letaknya berada di bawah permukaan tanah. Candi ini menurut catatan hasil penelitian yang telah dilakukan H. Maclaine Pont pada tahun 1926, setidaknya terdapat 18 buah waduk besar yang diduga kuat dibangun pada masa majapahit (letaknya kini tersebar di seluruh kabupaten Mojokerto). Dari 18 buah waduk besar itu 4 buah diantaraanya terletak di daerah Trowulan. Yaitu di desa Baureno, Kumitir, Domas, dan Temon. Waduk- waduk besar ini berfungsi sebagai tempat penampungan air pertama untuk selanjutnya dialirkan ke tempat- empat lain. Dari ke-4 waduk besar yang terletak di daerah trowulan, Waduk Baureno diduga merupakan sumber dari air yang masuk ke candi tikus.Untuk selanjutnya air dari candi tikus ini didistribusikan ke arah kota. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh alm. Didiek Samsu W.T. selama tahun 1986/1987, diketahui bahwa debit air rata- rata dari pancuran-pancuran lebih kurang 400 kubik. Sedangkan jika lantai dasar candi tikus mulai tergenang dan pancuran air memancarkan air lebih jauh, dapat diartikan bahwa musim hujan telah menjelang. Ini berarti pula bahwa pada musim hujan debit air di candi tikus akan naik, sehingga bisa jadi patokan untuk membuka atau menutup pintu air di waduk atau bendungan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Islamy Jamil. 2012. Jelajah : Sisa kota Kuno Majapahit. Jakarta : Republika.
Anindita ayudya dan Anastasia RY. 2002.  Tempat liburan Akhir Pekan di Mojokerto.
Hendro Sewoyo. 2005. Pariwisata dan Pelestarian Situs (Studi Tentang Upaya Pelstarian Situs Trowulan Melalui Pariwisata. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pariwisata Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
Subroto. 1997.  Sarasehan Pelestarian dan Pemanfaatan Situs Trowulan Pacet- Mojokerto. Dalam Kerjasama Pemerintah  Daerah tingkat I Jawa Timur dan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur.
Tim Kelompok Kerja BPA. 1998. Mengenal Majapahit Melalui Peninggalannya di Balai Penyelamatan Arca Trowulan dan Sekitarnya. Mojokerto : Koperasi Pegawai Republik Indonesia Purbakala.







MENGENAL LEBIH DEKAT CANDI GEDONGSONGO

Miftakhul Akmal/16.1.01.02.0002              Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangun...